Perkembangan anak
Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya. Kepribadian sedang dalam pembentukan dan di dalam stadium perkembangan banyak sekali terjadi perubahan/modifikasi tingkah laku. Sebab itu kita perlu mengetahui ciri tingkah laku normal pada setiap stadium perkembangan anak dan membedakannya dengan gejala patologis. Lingkungan tempat anak tumbuh dan bergantung ialah keluarga dan terutama sekali orang tua, sehingga dalam program pengobatan orang tua selalu harus diikut-sertakan.
Agar seseorang anak secara psikososial dapat berkembang spontan dan wajar, perlu anak itu memperoleh kasih sayang, pengertian, perasaan aman, disiplin, penghargaan dan penerimaan dari masyarakat sekitarnya. Seseorang anak perlu merasakan kepuasan dalam hubungan dengan orang tua, merasa disayang, dihargai, dan mempunyai kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan dirinya.
Erickson meninjau perkembangan kepribadian dari segi psikososial tertentu yang harus diatasi oleh anak itu agar dapat melewati stadium selanjutnya dengan atau tanpa konflik. Ia membagi stadium perkembangan manusia dalam 8 masa, yaitu:
1. Stadium basic trust vs mistrust infancy
Dalam masa ini sangat penting adanya mothering process yang penuh kehangatan dan konsisten, karena hal ini akan memberi landasan rasa puas, aman dan kepercayaan kepada orang tua (dan kelak masyarakat) dan rasa toleransi terhadap frustasi. Tidak adanya mothering process akan merupakan dasar ketidak-percayaan (mistrust) dan insecurity dalam masa selanjutnya.
2. Stadium autonomy vs shame (early childhood/toddler)
Pada masa ini terdapat 2 hal yang penting yaitu motilitas dan kontrol fungsi tubuh. Anak mulai mengeksplorasi dunia luar dengan aktifitas motorik dan dari pengalaman itu ia akan belajar untuk mengontrol dorongan impulsifnya untuk bertindak; suatu sense of autonomy mulai terbentuk. Konflik akan terjadi bila orang tua menghalangi aktifitas motorik si anak dan menuntut agar anak jadi penurut. Bersamaan dengan itu biasanya timbul masalah toilet training. Bila hal ini dilakukan terlalu dini, waktu anak masih belum sanggup untuk mengatur sfingter karena secara fisiologis memang belum bisa dan anak dihukum atau dipermainkan, maka anak tersebut akan bereaksi dengan 2 cara, yaitu ia akan menjadi takut pada orang tua dan selalu berusaha agar tidak dimarahi dengan menjadi sangat bersih, sangat rapih dan penurut atau sebaliknya ia marah dengan cara menjadi jorok, keras kepala dan tidak dapat dipercaya. Dengan demikian orang tua menanam perasaan malu dan ragu-ragu dalam diri anak.
3. Stadium initiative vs guilt (later childhood/preschool age)
Kemampuan anak lebih besar, ia lebih banyak berhubungan dengan dunia luar termasuk ayah dan saudara-saudaranya. Terbuka kesempatan bagi si anak untuk berhubungan dengan dunia sekitar dan mulai timbul inisiatif untuk menyelesaikan sendiri masalah sederhana yang dihadapinya. Ia mulai berkompetisi dengan saudaranya untuk mendapat kedudukan pertama di mata orang tua, mulai sadar bahwa ia dan saudaranya yang lain harus membagi perhatian orang tua, juga mulai timbul perasaan cemburu, iri dan perasaan bersalah. Persaingan ini menimbulkan fantasi kebesaran dan juga kemudian rasa takut akan disakiti, diserang oleh orang lain. Pengertian perbedaan seksual mulai ada dasar identifikasi seksual mulai terbentuk, demikian pula identifikasi dengan orang tua. Bersamaan dengan hal tersebut, dorongan inisiatif, perasaan cemburu dan marah serta pembentukan ego yang lebih sempurna. Bila dalam pergolakan ini anak ditekan oleh orang tuanya, maka akan timbul perasaan benci dan perasaan takut akan disakiti. Anak tersebut kemudian akan mengadaptasikan rasa takutnya dengan menjadi murung, pengunduran diri dan akhirnya internalisasi dari larangann untuk ekspresi perasaan marah.
4. Stadium industry vs inferiority (school age)
Sosialisasi anak lebih luas lagi dengan orang di luar keluarganya. Pengaruh mereka memungkinkan kesempatan identifikasi lagi yang dapat menghambat, mengubah, atau menambah tingkah laku yang telah terbentuk sebelumnya. Keinginan anak untuk berhasil dalam belajar, berbuat dan berkarya sangat besar, tetapi ia gagal maka ia akan terbentuk perasaan inferior dan in adekuat.
5. Stadium identity vs diffusion (adolescense)
Didalam masa kini termasuk masa pubertas, saat maturasi alat kelamin terjadi. Secara emosional banyak terjadi variasi besar antara alam perasaan, pandangan dan hubungan. Dependensi pada orang tua dan keinginan untuk kembali pada masa anak, terbentur kepada keinginan dan kemampuan untuk menjadi independen sehingga menimbulkan konflik.
Gangguan psikiatri akibat faktor psikososial
- Gangguan dalam hubungan orang tua dengan anak
Gangguan ini disebabkan oleh karena tidak adanya atau kekurangan atau terputusnya mothering process untuk waktu yang lama, terutama sekali pada masa bayi. Orang tua yang pilih kasih terhadap anak-anak sehingga mengakibatkan sibling rivalry yang abnormal. Perlindungan orang tua yang berlebihan sehingga dalam pertumbuhan anak tetap diperlukan sebagai anak kecil.
- Gangguan (kekurangan) dalam diri anak
Tubuh yang cacat akibat penyakit kronis atau gangguan neurologis, tubuh terlalu gemuk, retardasi mental akan menimbulkan perasaan inferior dan berbeda dengan anak yang lain sehingga dapat menimbulkan regresi dan kegelisahan yang kronis yang dapat menjelma dalam gangguan tingkah laku.
- Gangguan dalam interaksi sosial di luar keluarga
Kegagalan disekolah akibat retardasi mental atau situasi keluarga yang tidak bahagia, tindakan guru yang tidak tepat, kemiskinan, kesukaran dalam bahasa, kekurangan fasilitas pendidikan atau berasal dari lingkungan sosiokultural yang berlainan atau yang di anggap lebih rendah daripada lingkungan mayoritas, sering menjadi penyebab timbulnya konflik dalam identitas dengan keluarganya.
By. Abdul Halim Harahap S.Ked
Tidak ada komentar:
Posting Komentar