BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Stroke masih
merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang yang
mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia 45
tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1
Perdarahan
intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan
hanya 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun,
pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke
adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase
mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas pemeriksaan seperti
ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi
seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab
utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang
lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik
dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi
pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor
meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung,
perilaku merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan
obesitas. Hal lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah
penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi
yang rendah.3
Diagnosis
dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada pengenalan dari
sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya, diagnosis tidak
akan pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab kesalahan
diagnosis paling banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil
stroke masih harus ditentukan dengan memperpanjang periode observasi selama
beberapa hari atau minggu.4
Tujuan dari
penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan
tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang
berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala
stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah
sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam
pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita
stroke.1
Tidak bisa dihindarkan
fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat pertama kali oleh
klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin terpenting
dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan kritis
harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi
laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada
keluarga.4
1.2. Manfaat
Penulisan
karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke yang berlandaskan
teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati, dan mencegah stroke,
termasuk tindakan pada saat akut dan pada tingkat kronis, sehingga dapat
mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang menderita
stroke.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Stroke
adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih
dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke
pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam
kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena
hipertensi, maka dapat disebut stroke.1,2
Stroke secara medis merupakan gangguan aliran
darah pada salah satu bagian otak yang menyebabkan terjadinya defisit
neurologis. Secara klinis, stroke ditandai oleh hilangnya fungsi otak secara
lokal atau global yang terjadi mendadak dan disebabkan semata-mata oleh
gangguan peredaran darah otak. Defisit neurologis terjadi selama 24 jam atau
lebih, dapat mengalami perbaikan, menetap, memburuk atau penderita meninggal.2
II.2 EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebabutama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%.± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%. 3,4
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebabutama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%.± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%. 3,4
Berdasarkan jenis kelamin,
insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris
insidens stroke 174 per 100.000 pada
pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada
wanita.1,5,6
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke. pada penelitian di 28 rumah
sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode
awal Oktober
1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia
45 – 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki
53,8% dan pasien perempuan 46,2%.1,2
II.3 ETIOLOGI
Penyebab
stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi
yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke
biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit
vascular perifer.1,2
II.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun
stroke hemorragik.
II.4.1. Stroke Iskemik
Yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal
yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan
menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti
karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian
besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung.1,3,4
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
- Suatu
ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius
karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan
darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding
arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
- Pembuluh
darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya
dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral
(emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi
pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan
katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
- Emboli
lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum
tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di
dalam sebuah arteri.
- peradangan
atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak.
- Obat-obatan
(misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak
dan menyebabkan stroke.
- Penurunan
tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika
seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan,
serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Macam - macam stroke iskemik yaitu:
- TIA, Didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.
- RIND, Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
- Progressive stroke atau stroke in evolution, Gejala neurologik yang makin lama makin berat
- Complete stroke, gejala klinis sudah menetap.
- Silent stroke
II.4.2 Stroke Hemorragik
Stroke
hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non
traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya.1,2,5
Hampir
70% kasus
strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di
dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian
dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid
hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak
termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya
disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan
tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini
adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik.1,5,6
II.4.2.1 Intracerebral hemorrhage (perdarahan
intraserebral)
Perdarahan
intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan
parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini
berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian
lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia
lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi
dibandingkan perdarahan subarakhnoid.1,2
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada
lapisan hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh
darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi
ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil,
menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan
ini dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan
pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik
akibat pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses
degeneratif pada dinding pembuluh darah.1,6
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid yang menumpuk pada arteri otak.
Penumpukan ini (disebut amyloid
angiopathy) melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya
penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada
ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.
Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko sekarat
dari perdarahan intraserebral.4,5
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling
berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari.
Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya
kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.2,5
II.4.2.2 Subarachnoid
hemorrhage (perdarahan
subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid
adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan
dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para
jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum
adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma).
Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat,
seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa
yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah
satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita. 2,4
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, perdarahan
mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan
subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu
terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan
luar, seperti kecelakaan atau jatuh. 4
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma
di dalam arteri cerebral. Aneurisma
menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika
lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan
dari aneurisma sejak lahir.4
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan
pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation
kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya
jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung
yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa
kemudian melemah dan pecah.4
II.5 FAKTOR RESIKO
II.5.1 Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja
dapat meningkatkan resiko terkena stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan
penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh
darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi
oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung
dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan
mikroaneurisma. Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS. Baik hipertensi
sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.2,3
II.5.2
Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri
terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan
terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.3,4
Penyakit jantung tersebut antara lain
adalah:
-
Penyakit katup jantung
-
Atrial fibrilasi
-
Aritmia
-
Hipertrofi jantung kiri (LVH)
-
Kelainan EKG
II.5.3
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor
resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan peranannya pada perdarahan belum
jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai
arteriosklerosis lebih berat, lebih
tersebar dan mulai lebih dini.1,4,6
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan
4 kali lebih banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak
menderita DM pada umur dan jenis kelamin
yang sama.2
II.5.4
Merokok
Merokok meningkatkan
risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk semua jenis rokok
(sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama perdarahan subarachnoid dan stroke
infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis yang selanjutnya
memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.2,4,5
II.5.5
Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang
meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada
beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes
dan kelainan pembuluh darah. Riwayat
stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
menderita stroke pada usia 65 tahun.1,5
II.5.6 Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi
(heroin, kokain, amfetamin) dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan
hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan hipertensi.5
II.5.7 Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia
berat, polisitemia, kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.2
II.5.8 Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues,
SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu
tinggi frekuensinya.4
Faktor predisposisi stroke
hemoragik, Stroke
hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan
dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
a. Aneurisma,
yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.
b. Hubungan
abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
c. Kanker,
terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit,
dan tiroid.
d. Cerebral
amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di
otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
e. Kondisi
atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
f. Overdosis
narkoba, seperti kokain.4,5
II.6 PATOFISIOLOGI
Trombosis
(penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis
serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan
yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau
kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak
terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau
parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada
beberapa jam atau hari.2,3,5
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan
intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut
, sedangkan sel - sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai,
sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak
cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat - tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan
tempat - tempat
khusus tersebut. Pembuluh - pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang
adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding
pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin
difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna2,3,4
- Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
- Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.
II.7 GEJALA
KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara
mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit
(completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam
sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in
evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi
dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara
atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari
bagian otak yang terkena.2,3,6
Beberapa gejala stroke berikut:
a. Perubahan
tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
b. Kesulitan
berbicara atau memahami orang lain.
c. Kesulitan
menelan.
d. Kesulitan
menulis atau membaca.
e. Sakit
kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
f. Kehilangan
koordinasi.
g. Kehilangan
keseimbangan.
h. Perubahan
gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
i.
Mual atau muntah.
j.
Kejang.
k. Sensasi
perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
l.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
II.8 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis.
Setiap orang yang diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas
medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat
medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan
pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan
menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan
sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.1,2,6
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan
bicara atau kelemahan pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke.
Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala
ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:
- Tumor otak
- Abses otak
- Sakit kepala
migrain
- Perdarahan otak
baik secara spontan atau karena trauma
- Meningitis atau
encephalitis
- Overdosis
karena obat tertentu
- Ketidakseimbangan
calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan perubahan sistem
saraf yang serupa dengan stroke.1,2
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan
terjadi pada waktu yang sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien
dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital
pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram). 1,2,4
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi
standar adalah penggunaan skala stroke. The American Heart Association telah
mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia
perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif
mungkin diperlukan.1,3,4
Untuk membedakan stroke tersebut
termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan
penunjang.6
Bila
sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis
atau stroke non hemoragis.
Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus
dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan
perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.2
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda
(sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil
sebagai berikut :
3.
Algoritma
dan penilaian dengan skor stroke.
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara
lain dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke
berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
Gambar 1. Algoritma Stroke
Gadjah Mada
3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
Bila
skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke
non-hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan
diagnostik seluruhnya 87.5%.1,2,5,6
Terdapat
batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan obat
untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien
memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan
darah apapun dapat digunakan.1,3,4
3.c.
Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Catatan : 1.
SSS> 1 = Stroke hemoragik
2.
SSS< -1 = Stroke non
hemoragik
4. Pemeriksaan
Penunjang
Computerized
tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan
atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang
memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna
untuk menentukan:
a. Jenis patologi
b. Lokasi lesi
c. Ukuran lesi
d. Menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan:
Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik untuk membuat
gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan
dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika
CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu
jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail
yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang
dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam
tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.1,2,6
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara spesifik melihat
pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu
prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain
disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat
kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah
aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat
mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT
scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini
bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.2,4,5
Computerized tomography dengan
angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan
teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.2,4
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan untuk
melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri
(biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto
sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran
anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur
yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya,
angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui
dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang
akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh
darah dipertimbangkan untuk dilakukan.5
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa)
yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan penurunan
aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke
otak).3
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah
tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan
microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24
jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.3,4
Tes darah:
tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang
mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu
mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,
anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.1,3,4
II.9 PENATALAKSANAAN
II.9 PENATALAKSANAAN
Terapi
dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
II.9.1 Fase Akut (Hari Ke 0-14 Sesudah
Onset Penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai
tak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga
perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah
dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan,
elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau.2,4,5
Pengobatan yang cepat dan
tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak
secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya
dapat di bagi dalam :
1.
Pengelolaan umum, pedoman 5 B
-
Breathing
-
Blood
-
Brain
-
Bladder
-
Bowel
2. Pengelolaan
berdasarkan penyebabnya
-
Stroke iskemik
-
Memperbaiki aliran darah ke otak
(reperfusi)
-
Prevensi terjadinya trombosis
(antikoagualsi)
-
Proteksi neuronal/sitoproteksi
-
Stroke Hemoragik
-
Pengelolaan konservatif
-
Perdarahan intra serebral
-
Perdarahan Sub Arachnoid
-
Pengelolaan operatif
II.9.1.2 Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
II.9.1.2.1 Stroke iskemik
a.
Memperbaiki
aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha
menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal, obat
trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue
plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan
bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan
dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam,
sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat
penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat
saja yang dapat menerima obat ini.1,2,4
Cara lain memperbaiki aliran darah
antara lain dengan memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang
yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah
merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi
adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler
darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.2,4
b.
Prevensi
terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk
menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan yang
tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.2,3
Anti koagulan diberikan pada pasien
stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan
kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel
kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan
adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai
dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin
berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke
1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis
hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR
pasien.2,3,4
Pasien
dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis vena
dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan
atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.2,4,5
Obat anti
agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80 –
1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase,
dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg
dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan
ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat
aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg
dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.1,2,3
c.
Proteksi
neuronal/sitoproteksi
Sangat
menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena diharapkan dapat
dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut
neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
§
CDP-Choline
bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa
phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan
sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963
pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14
hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic
Windows 2 – 14 hari.2
§
Piracetam, cara kerja secara pasti didak
diketahui, diperkirakan memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas
membran dan menormalkan fungsi membran.
Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari
ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima
sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.2,4
§
Statin, diklinik digunakan untuk anti
lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream adalah stabilisasi
atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri
ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric
Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi),
menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan
eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.5,6
§
Cerebrolisin, suatu protein otak bebas
lemak dengan khasiat anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik
dosis 30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang
bermakna.1,2
II.9.1.2.1 Stroke Hemoragik
a.
Pengelolaan
konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan :
Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah
lisisnya bekuan darah yang sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi
status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan
heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat
warfarin dengan prothrombine time memanjang.1,2
Untuk
mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan
obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.2
b.
Pengelolaan
konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
-
Bed rest total selama 3 minggu dengan
suasana yang tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada
umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar. 3,4
-
Vasospasme terjadi pada 30% pasien,
dapat diberikan Calcium Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4
jam selama 21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan
per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya
vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut
sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila
terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter
diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure
10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai
180 – 220 mmHg menggunakan dopamin.3,5
II.9.2 Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik
beratkan tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.2
II.9.2.1
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya
serangan baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke.1,2,4
Untuk stroke infark
diberikan :
a
Obat-obat anti platelet aggregasi
b
Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung
dari ahlinya
c
Faktor resiko dikurangi seminimal
mungkin
·
Menghindari
rokok, obesitas, stres
·
Berolahraga
teratur
II.9.2.2
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan
pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan
fisioterapi, “terapi wicara”,
dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut
setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan
kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi
atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di
fasilitas perawat.2,3,5
Proses
rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
- Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
- Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
- Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
- Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke
rumah, seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu
sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan
bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.2,3
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu
atau lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat
berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak
mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan
pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat
diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.4,5
Macam-macam
rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
- Bed exercise
- Latihan duduk
- Latihan berdiri
- Latihan mobilisasi
- Latihan ADL (activity daily living)
- Latihan Positioning (Penempatan)
- Latihan mobilisasi
- Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
- Latihan berpakaian
- Latihan membaca
- Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
II.10 KOMPLIKASI
Komplikasi
pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin
memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat
dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.
Komplikasi pada stroke yaitu:2,3
- Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
a)
Edema serebri: Merupakan
komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan defisit neurologis menjadi
lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya
menimbulkan kematian.
b)
Abnormalitas jantung: Kelaianan
jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat stroke,merupakan
penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah
penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
c)
Kejang: kejang pada fase awal
lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan pada umumnya akan memperberat
defisit neurologis.
d)
Nyeri kepala
e)
Gangguan fungsi menelan dan
asprasi
2.
Komplikasi jangka pendek (1-14 hari
pertama):1,2,3
a) Pneumonia:
Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu komplikasi
stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien
dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
b) Emboli
paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita
mulai mobilisasi.
c) Perdarahan
gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi
pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan
antagonis H2 pada pasien stroke ini.
d) Stroke
rekuren
e) Abnormalitas
jantung
Stroke
dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
-
Edema pulmonal neurogenik
-
Penurunan curah jantung
-
Aritmia dan gangguan repolarisasi
f) Deep
vein Thrombosis (DVT)
g) Infeksi
traktus urinarius dan inkontinensia urin
3.
Komplikasi jangka panjang
a) Stroke
rekuren
b) Abnormalitas
jantung
c) Kelainan
metabolik dan nutrisi
d) Depresi
e) Gangguan
vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.
II.11 PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih
dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau
kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan.
Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun
gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.2,3,4
Sayangnya, sebagian besar penderita
stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila
demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan
ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.1,2,6
Upaya untuk memulihkan kondisi
kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya
dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.1,2,4
II.12 PENCEGAHAN
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya
memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan
yang dapat dilakukan adalah:1,3,4
·
Mengatur pola
makan yang sehat
·
Melakukan olah
raga yang teratur
·
Menghentikan
rokok
·
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
·
Memelihara berat
badan yang layak
·
Perhatikan
pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
·
Penanganan stres
dan beristirahat yang cukup
·
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam
hal diet dan obat
·
Pemakaian
antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus
dilakukan adalah pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan
pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes
mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit
yang menyerang sistem saraf manusia, yang dapat berakibat pada kelumpuhan
sistem-sistem lainnya. Secara umum patologi stroke berlangsung secara progresif
dan bertahap, mulai dari gejala stroke ringan hingga dapat menyebabkan
kematian. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi stroke iskemik (karena
penyumbatan pembuluh darah) dan stroke hemoragik (karena pecahnya pembuluh
darah) yang memiliki gejala bervariasi sesuai daerah yang terserang.
Stroke
memiliki beberapa faktor resiko yang dapat mendukung perkembangan stroke yang
terdiri dari dua jenis faktor, yaitu faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi (usia, jenis kelamin, herediter, dan ras) dan yang dapat
dimodifikasi (berbagai penyakit degeneratif dan gaya hidup). Pencegahan
penyakit stroke dapat dilakukan dengan meminimalisir faktor resiko yang dapat
dimodifikasi tersebut, seperti mengatur pola hidup dan mengkonsumsi makanan
yang disesuaikan dengan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.
III.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus stroke adalah edukasi
pasien maupun keluarga bahwa stroke adalah penyakit yang membutuhkan penanganan
yang sangat lama. Keluarga dan penderita harus mengerti bahwa stroke dapat
menyebabkan disabilitas dan membutuhkan waktu dan terapi panjang untuk
mengembalikan fungsinya seperti semula. Meskipun begitu, tidak ada jaminan
bahwa pasien stroke dapat sembuh seutuhnya atau mengalami disabilitas permanen.
Edukasi lain yang penting adalah bahwa stroke yang diderita pasti memiliki
penyebab yang mendasarinya, jadi apabila penderita memiliki faktor risiko, maka
diharapkan partisipasi keluarga dan lingkungan untuk menjaganya.
Saran yang bisa diberikan
untuk klinisi dan tenaga kesehatan adalah meningkatkan mutu pelayanan stroke,
khususnya dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan. Dengan deteksi dini dan
penanganan awal yang tepat sasaran, diharapkan dapat memberikan prognosis yang
baik bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok
studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta,
1999.
2. Kelompok
studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000
Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. Widjaja
D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
4. Nasissi,
Denise. 2010, “Stroke”. http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview,
diunduh tanggal 26 Nopember 2012
5. Wikepedia.
2012, “Stroke”. http://id.wikipedia.org/wiki/Stroke,
di unduh tanggal 26 Nopember 2012
6. Medicastore.
2011, “Stroke the silent killer”. http://medicastore.com/stroke.html,
di unduh tanggal 26 Nopember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar