Rabu, 21 Januari 2015

REFERAT STROKE

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang  yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1
            Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan hanya 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.2
            Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2
                Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
            Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada pengenalan dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya, diagnosis tidak akan pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab kesalahan diagnosis paling banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan dengan memperpanjang periode observasi selama beberapa hari atau minggu.4
            Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
            Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada keluarga.4

1.2.   Manfaat
Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke yang berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati, dan mencegah stroke, termasuk tindakan pada saat akut dan pada tingkat kronis, sehingga dapat mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang menderita stroke.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.1,2
Stroke secara medis merupakan gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak yang menyebabkan terjadinya defisit neurologis. Secara klinis, stroke ditandai oleh hilangnya fungsi otak secara lokal atau global yang terjadi mendadak dan disebabkan semata-mata oleh gangguan peredaran darah otak. Defisit neurologis terjadi selama 24 jam atau lebih, dapat mengalami perbaikan, menetap, memburuk atau penderita meninggal.2

II.2 EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebabutama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%.± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%. 3,4
              Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita.1,5,6
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke. pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 – 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2%.1,2

II.3 ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.1,2

II.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.

II.4.1.  Stroke Iskemik
Yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.1,3,4
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh         :
-      Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

-      Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

-   Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

-    peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak.

-    Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.

-     Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

Macam - macam stroke iskemik yaitu:
  1. TIA, Didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.
  1. RIND, Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
  2. Progressive stroke atau stroke in evolutionGejala neurologik yang makin lama makin berat
  1. Complete stroke, gejala klinis sudah menetap.
  2. Silent stroke
II.4.2   Stroke Hemorragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.1,2,5
          Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik.1,5,6

II.4.2.1 Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.1,2
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.1,6
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral.4,5
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.2,5

II.4.2.2 Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita. 2,4
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. 4
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.4
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian melemah dan pecah.4

II.5 FAKTOR RESIKO
II.5.1   Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma. Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS. Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.2,3

II.5.2   Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.3,4
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
-          Penyakit katup jantung
-          Atrial fibrilasi
-          Aritmia
-          Hipertrofi jantung kiri (LVH)
-          Kelainan EKG

II.5.3   Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat,  lebih tersebar dan mulai lebih dini.1,4,6
Infark otak terjadi  2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada umur dan jenis  kelamin yang sama.2

II.5.4   Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke  terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.2,4,5

II.5.5   Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah.  Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.1,5

II.5.6 Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan hipertensi.5

II.5.7 Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.2

II.5.8 Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.4

Faktor predisposisi stroke hemoragik, Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
a. Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.
b. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
c. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid.
d. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
e. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
f. Overdosis narkoba, seperti kokain.4,5

II.6 PATOFISIOLOGI
Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.2,3,5
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel - sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat - tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat - tempat khusus tersebut. Pembuluh - pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna2,3,4
  1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
  2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

II.7 GEJALA KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.2,3,6
            Beberapa gejala stroke berikut:
a.       Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
b.      Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
c.       Kesulitan menelan.
d.      Kesulitan menulis atau membaca.
e.       Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
f.       Kehilangan koordinasi.
g.      Kehilangan keseimbangan.
h.      Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
i.        Mual atau muntah.
j.        Kejang.
k.      Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan.
l.        Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

II.8 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.1,2,6
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:
  1. Tumor otak
  2. Abses otak
  3. Sakit kepala migrain
  4. Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
  5. Meningitis atau encephalitis
  6. Overdosis karena obat tertentu
  7. Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.1,2
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram). 1,2,4
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin diperlukan.1,3,4
Untuk membedakan  stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.6

1.      Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.2


2.      Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

3.      Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
         3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

         3.b.         Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

 Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score
Bila skor >­ 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%.1,2,5,6

Terdapat batasan  waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien  memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.1,3,4

3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Catatan            :  1.  SSS> 1  = Stroke hemoragik
                          2.  SSS< -1 = Stroke non hemoragik 





4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT  Scan  berguna  untuk  menentukan:
a. Jenis  patologi
b. Lokasi  lesi
c. Ukuran  lesi
d. Menyingkirkan  lesi  non  vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan  pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.1,2,6

Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.2,4,5

Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.2,4

Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.5

Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak).3

Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien  stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah  tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter  sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.3,4

Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah  juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.1,3,4

II.9 PENATALAKSANAAN

Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
II.9.1   Fase Akut (Hari Ke 0-14 Sesudah Onset Penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau.2,4,5

Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.  Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1.      Pengelolaan umum, pedoman 5 B
-          Breathing
-          Blood
-          Brain
-          Bladder
-          Bowel
2.      Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
-          Stroke iskemik
-          Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
-          Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
-          Proteksi neuronal/sitoproteksi
-          Stroke Hemoragik
-          Pengelolaan konservatif
-          Perdarahan intra serebral  
-          Perdarahan Sub Arachnoid  
-          Pengelolaan operatif

II.9.1.1   Pengelolaan umum, pedoman 5 B
a.       Breathing
Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya.  Dijaga agar oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru) merupakan merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 – 4 setelah serangan otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2 jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.2

b.      Blood
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke hemoragik).   Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.2,3
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit infus kontinyu), Diltiazem (5 – 40 mg/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 – 10 mg/Kg/menit infus kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 mg/menit infus kontinyu), labetolol 20 –80 mg IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 – 25 mg oral / sub lingual.2,4,5
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi. Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.1,2,4

c.       Brain
Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 – 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm, keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.3
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia ringan 30°C atau 33°C mempunyai efek neuroprotektif.2
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk perfusi darah kejaringan otak.3

d.      Bladder
Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya dipasang kateter intermitten.  Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom kateter, pada wanita pasang kateter.4

e.       Bowel
Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan. Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat  edema otak.1,2

II.9.1.2   Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
II.9.1.2.1 Stroke iskemik
a.      Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.1,2,4
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.2,4

b.      Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.2,3
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.2,3,4
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.2,4,5
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.1,2,3

c.       Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
§  CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif.   Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna.   Therapeutic Windows 2 – 14 hari.2
§  Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran.   Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.2,4
§  Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke.   Mempunyai efek anti oksidan “downstream dan upstream”.  Efek downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri.  Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.5,6
§  Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.1,2

II.9.1.2.1 Stroke Hemoragik
a.      Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yang sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.1,2
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.2

b.      Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
-          Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar. 3,4 
-          Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus.   Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg menggunakan dopamin.3,5

II.9.2   Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.2
II.9.2.1 Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke.1,2,4
Untuk stroke infark diberikan :
a         Obat-obat anti platelet aggregasi
b        Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c         Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
·         Menghindari rokok, obesitas, stres
·         Berolahraga teratur

II.9.2.2 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.2,3,5
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
  1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
  2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
  3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
  4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.2,3
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.4,5
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
  1. Bed exercise
  2. Latihan duduk
  3. Latihan berdiri
  4. Latihan mobilisasi
  5. Latihan ADL (activity daily living)
  6. Latihan Positioning (Penempatan)
  7. Latihan mobilisasi
  8. Latihan pindah   dari kursi roda ke mobil
  9.  Latihan berpakaian
  10. Latihan membaca
  11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
II.10 KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai. Komplikasi pada stroke yaitu:2,3
  1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
a)      Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
b)      Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
c)      Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
d)     Nyeri kepala
e)      Gangguan fungsi menelan dan asprasi

2.      Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):1,2,3
a)      Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
b)      Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi.
c)      Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
d)     Stroke rekuren
e)      Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
-          Edema pulmonal neurogenik
-          Penurunan curah jantung
-          Aritmia dan gangguan repolarisasi
f)       Deep vein Thrombosis (DVT)
g)      Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3.      Komplikasi jangka panjang
a)      Stroke rekuren
b)      Abnormalitas jantung
c)      Kelainan metabolik dan nutrisi
d)     Depresi
e)      Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

II.11 PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.2,3,4
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.1,2,6
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.1,2,4

II.12 PENCEGAHAN
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1,3,4
·        Mengatur pola makan yang sehat
·        Melakukan olah raga yang teratur
·        Menghentikan rokok
·        Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
·        Memelihara berat badan yang layak
·        Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
·        Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
·        Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
·        Pemakaian antiplatelet

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf manusia, yang dapat berakibat pada kelumpuhan sistem-sistem lainnya. Secara umum patologi stroke berlangsung secara progresif dan bertahap, mulai dari gejala stroke ringan hingga dapat menyebabkan kematian. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi stroke iskemik (karena penyumbatan pembuluh darah) dan stroke hemoragik (karena pecahnya pembuluh darah) yang memiliki gejala bervariasi sesuai daerah yang terserang.
Stroke memiliki beberapa faktor resiko yang dapat mendukung perkembangan stroke yang terdiri dari dua jenis faktor, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, herediter, dan ras) dan yang dapat dimodifikasi (berbagai penyakit degeneratif dan gaya hidup). Pencegahan penyakit stroke dapat dilakukan dengan meminimalisir faktor resiko yang dapat dimodifikasi tersebut, seperti mengatur pola hidup dan mengkonsumsi makanan yang disesuaikan dengan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.

III.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus stroke adalah edukasi pasien maupun keluarga bahwa stroke adalah penyakit yang membutuhkan penanganan yang sangat lama. Keluarga dan penderita harus mengerti bahwa stroke dapat menyebabkan disabilitas dan membutuhkan waktu dan terapi panjang untuk mengembalikan fungsinya seperti semula. Meskipun begitu, tidak ada jaminan bahwa pasien stroke dapat sembuh seutuhnya atau mengalami disabilitas permanen. Edukasi lain yang penting adalah bahwa stroke yang diderita pasti memiliki penyebab yang mendasarinya, jadi apabila penderita memiliki faktor risiko, maka diharapkan partisipasi keluarga dan lingkungan untuk menjaganya.
         Saran yang bisa diberikan untuk klinisi dan tenaga kesehatan adalah meningkatkan mutu pelayanan stroke, khususnya dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan. Dengan deteksi dini dan penanganan awal yang tepat sasaran, diharapkan dapat memberikan prognosis yang baik bagi pasien.

DAFTAR  PUSTAKA                                           
                                                               
1.  Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional  Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
2.    Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3.      Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Surabaya 2002.
4.  Nasissi, Denise. 2010, “Stroke”. http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview, diunduh tanggal 26 Nopember 2012
5.      Wikepedia. 2012, “Stroke”. http://id.wikipedia.org/wiki/Stroke, di unduh tanggal 26 Nopember 2012
6.   Medicastore. 2011, “Stroke the silent killer”. http://medicastore.com/stroke.html, di unduh tanggal 26 Nopember 2012 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar